Sabtu, 03 Maret 2012

BBM NAIK .......





JAKARTA--Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) masih menuai pro kontra. Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan sejumlah syarat jika pada akhirnya pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM. Syarat itu, antara lain, keputusan tersebut harus dibarengi dengan kesadaran elite negeri ini untuk bersedia gaji mereka dipotong.

"Harus ada kesediaan presiden sampai camat agar mau hak (gaji, Red) mereka dipotong," kata Lukman Hakim Saifuddin di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, (2/3). Jumlahnya, menurut dia, 10 sampai 15 persen dari total gaji yang diterima.

Lukman menyatakan, jika itu diberlakukan secara masif oleh parlemen dari pusat sampai daerah, akumulasi pemotongan gaji tersebut cukup signifikan. Setidaknya, itu untuk meringankan beban APBN yang berat. "Selain itu, ini bentuk empati elite negeri ini terhadap potensi beban rakyat yang akan makin berat pasca kenaikan harga BBM," imbuh wakil ketua umum DPP PPP tersebut.

Selain pemotongan gaji, tambah Lukman, keputusan menaikkan harga BBM harus dibarengi dengan kompensasi. Misalnya, kompensasi lewat pembangunan infrastruktur di berbagai bidang, yang pada akhirnya akan bisa menaikkan taraf hidup dan ekonomi masyarakat. "Kompensasi ini harus dirancang secara sistematis dan berlangsung lama," katanya.

Lukman mengingatkan bahwa kompensasi semacam pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat harus dihindari. Pemberian BLT dianggap rawan penyelewengan dan tidak mendidik masyarakat. "Selain tendensi politiknya sangat kuat, intinya, kompensasi tidak boleh hanya karikatif," tegasnya.

Sementara itu, khusus terkait dengan wacana pemotongan gaji pejabat, Ketua DPR Marzuki Alie memiliki pandangan berbeda. Menurut dia, ada hal yang lebih substansial dan mendalam yang bisa dijadikan solusi kerumitan terkait dengan kebijakan tentang harga BBM belakangan.

"Masih ada solusi sebenarnya, tapi kita kok justru ribut dengan hal-hal kecil, termasuk tentang usul pemotongan gaji ini," ujar Marzuki. Kalau sekadar pemotongan gaji, lanjutnya, dia bahkan siap gajinya dipotong bukan hanya 10?15 persen. Marzuki siap bila gajinya dipotong hingga 80 persen.

"Tapi, kan tidak boleh hanya sampai di situ. Yang lebih dipikirkan itu bagaimana mencari solusi," katanya. Dia lantas membeberkan hasil diskusinya dengan sejumlah pihak beberapa hari terakhir.

Marzuki mengungkapkan, berdasar informasi yang diterima, Pertamina kini sudah bisa mengolah semua jenis minyak mentah. Artinya, Indonesia sesungguhnya sudah bisa mengolah semua minyak mentahnya di dalam negeri.

Hingga saat ini, jelas Marzuki, 85 persen dari total produksi minyak mentah di Indonesia menjadi hak pemerintah. Sedangkan 15 persennya bagi hasil dengan kontraktor. Namun, dari 85 persen itu, kata dia, Pertamina hanya mengolah 50 persen. Sisanya, seluruhnya dijual ke luar negeri.

Dari hasil penjualan tersebut, menurut Marzuki, sekitar 35 persen masih harus disisakan untuk membayar cost recovery yang diserahkan lagi ke kontraktor. "Nah, 35 persen itu diambil saja oleh negara, tapi seluruh minyak mentah serahkan ke Pertamina untuk diolah jadi BBM," tegas wakil ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut.

Marzuki yakin, jatah 85 persen minyak mentah itu sudah mencukupi kebutuhan BBM dalam negeri. "Kita tidak perlu khawatir lagi terhadap kenaikan harga minyak mentah dunia," ujarnya.

Cara lain mengatasi masalah BBM, lanjut politikus Partai Demokrat tersebut, segera mengonversi pemakaian solar untuk industri ke bahan bakar gas. Pasalnya, menurut dia, masih banyak penyimpangan yang dilakukan industri dengan memakai solar bersubsidi. "Luar biasa pencurian di sana. Industri seharusnya pakai solar tanpa subsidi, ia mencari celah untuk membeli solar bersubsidi. Itu besar dampaknya. Kalau ada konversi ke gas, saya kira persoalan BBM nggak akan jadi masalah," tandas Marzuki. (dyn/c3/tof)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar